Wed. Jan 29th, 2025

Banyak Gen Z Kini Bercita-cita Menjadi Pengusaha Kosmetik

Ketua AKKMI Sri Rahayu (kiri) dan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM RI (OTSKK), Irwan, SSi, Apt, MKM (tengah) dalam AKKMI Inspiring Talks ‘Sustainable Compliance in the Cosmetics OEM/ODM Industry in Indonesia’ yang digelar Asosiasi Kosmetik Kontrak Manufaktur Indonesia (AKKMI) di Jakarta

JAKARTA, Gohappylive.com –Besar pasar kosmetik di Indonesia menciptakan cuan besar bagi para pelaku usaha kosmetik. Hal ini mendorong generasi Z (Gen Z) bercita-cita menjadi pengusaha kosmetik (beautypreneur).

“Generasi dulu banyak bercita-cita menjadi dokter, pilot. Gen Z sekarang kalau ditanya cita-citanya, banyak yang mau jadi pengusaha kosmetik,” ungkap Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM RI (OTSKK), Irwan, SSi, Apt, MKM dalam AKKMI Inspiring Talks ‘Sustainable Compliance in the Cosmetics OEM/ODM Industry in Indonesia’ yang digelar Asosiasi Kosmetik Kontrak Manufaktur Indonesia (AKKMI) di Jakarta, baru-baru ini.

Apa yang diceritakan Irwan memang tidak heran. Para Gen Z ini melihat fakta, betapa banyak bermunculan pengusaha kosmetik lokal. Tak sedikit yang meraup cuan besar. Sebut saja yang sedang viral, Shella Shauki. Nama ini tiba-tiba muncul, tenar, dan terlihat kaya raya berkat bisnis skincare.

Sebelumnya, ada nama Shandy Purnamasari yang kaya raya berkat bisnis skincare dengan brand MS Glow. Selain itu, masih banyak brand lokal terkenal yang membuat pemiliknya meraup cuan, seperti Somethinc, N’Pure, Evershine, dan masih banyak lagi.

Soal ini, Irwan mengatakan, industri kosmetik di Indonesia saat ini memang sangat pesat perkembangannya. BPOM mencatat ada 1.200 lebih brand kosmetik di Indonesia, naik 20% dibanding tahun 2023. Industri kosmetik memang menjanjikan. Ada Rp135 triliun lebih nilai perdagangan kosmetik di tahun 2024 dan 240 izin edar,” ungkap Irwan.

Berdasarkan data riset, industri kecantikan di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Pada tahun 2025, pendapatan industri ini diproyeksikan mencapai US$70 miliar dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 4,51%. Khusus pada sektor perawatan kulit, pendapatan diperkirakan mencapai US$2,89 miliar, dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 3,92%.

Pertumbuhan ini didukung oleh populasi kaum muda seperti Gen Z dan Milenial, serta meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya produk kecantikan dan perawatan kulit. Tentu saja hal ini menjadi keuntungan bagi perusahaan kosmetik kontrak manufaktur yang memiliki peran penting dalam memenuhi permintaan ini melalui inovasi produk dan sistem produksi yang terukur.

Yang menarik, lanjut Irwan, pangsa pasar kosmetik di Indonesia yang sebelumnya 85% dikuasai merek luar, kini turun menjadi 55%. Artinya, pangsa pasar saat ini  45% dikuasai merek lokal Indonesia. BPOM mencatat total ada 5.500 izin edar kosmetik,” lanjut Irwan.

Perketat Pengawasan

Sayangnya, BPOM, lanjut Irwan, mencatat peningkatan pelanggaran. “Kami mencatat pelanggaran juga meningkat. Dari bahan baku, kosmetik palsu, kosmetik mengandung bahan berbahaya, klaim menyesatkan, hingga overclaim. Misal produk hanya mengandung retinol 15% tapi diklaim 30%,” papar Irwan.

Perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dr. Ir. Ismariny, M.Sc. juga menyoroti para influencer kosmetik yang kerap mengiklankan secara berlebihan. “Influencer ini juga harus ada etika periklanan. Ini tentang kandungan apakah sudah sesuai dengan yang tertera di kemasan. Di tengah maraknya digital marketing, pelaku usaha kosmetik dan influencer harus memastikan dan memenuhi keamanan, tidak mengandung bahan berbahaya. Karena itu, pengawasan dari BPOM harus terus ditingkatkan,” tegas Dr Ismariny.

Soal ini, Irwan meminta kepada AKKMI untuk ikut mengawasi para anggotanya. “Kunci sukses kontrak produksi adalah komitmen dan paham regulasi serta produksi, manajerial, dan marketing,” ujar Irwan.

Hal ini juga disadari Ketua AKKMI Sri Rahayu. “Teman-teman pelaku usaha kosmetik umumnya hanya punya brand, gak punya manufaktur. Sedangkan di lapangan mereka gak punya pengetahuan tentang produksi dan perizinan. Kami di AKKMI mengurusi semua ini sesuai dengan regulasi,” ujar Sri Rahayu.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *