GoHappyLive.com, JAKARTA- Dian Sastro Wardoyo kian menunjukkan kepeduliannya terhadap anak autis. Terlebih salah satu buah hatinya terdeteksi menyandang spektrum autis, hal ini membuat batin Dian terpanggil untuk memberi kontribusi bagi penyelamatan anak-anak autis dari keluarga tidak mampu agar dapat penanganan yang baik.
Sebagaimana World Health Organization menyebutkan dari 160 anak di dunia, setidaknya terdapat 1 anak dengan autisme, atau dalam istilah medis penyintas autism spectrum disorder (ASD).
ASD adalah gangguan perkembangan otak yang memengaruhi kemampuan penyintasnya dalam berkomunikasi dengan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Gejala ASD mulai ditemui sejak kanak-kanak, dan berlangsung hingga remaja bahkan dewasa.
Pada perayaan Hari Anak Sedunia, yang jatuh setiap tanggal 20 November, Dian Sastrowardoyo menyambut baik ajakan kolaborasi Sorak Gemilang Entertainment (SGE Live), promotor ‘teamLab Future Park and Animals of Flowers, Symbiotic Lives’, untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya seni bagi tumbuh kembang anak dengan autisme.
Selain itu, SGE Live dan Dian juga menggalang donasi untuk Sekolah Drisana, yaitu sekolah khusus anak dengan autisme.
Penggalangan donasi ini dilakukan melalui penjualan tanda mata edisi khusus karya Dian Sastrowardoyo, dan hasil karya Prinka Dipa dan Nindhita, dua anak dengan autisme yang sukses berkarya dalam bidang seni.
Mervi Sumali, Chief Executive Officer SGE Live mengatakan, SGE Live turut mendukung anak dengan autisme untuk terus tumbuh dan berkembang melalui eksplorasi dan kolaborasi seni, salah satunya melalui ‘teamLab Future Park and Animals of Flowers, Symbiotic Lives’.
“Melalui pameran seni digital interaktif ini, para pengunjung, tidak terkecuali anak dengan autisme dapat berimajinasi dan mengekspresikan diri sebebas-bebasnya. Selain mendorong anak dengan autisme untuk terus berkarya dalam seni, SGE Live bersama Dian Sastrowardoyo juga menggalang donasi untuk Sekolah Drisana, melalui penjualan tanda mata edisi khusus karya Dian Sastrowardoyo, serta Prinka Dipa dan Nindhita,” papar Mervi.
Pengunjung dapat berpartisipasi memberikan donasi, serta memperoleh 2 tanda mata secara pre-order, dengan syarat membeli minimal 2 tiket ’teamLab Future Park and Animals of Flowers, Symbiotic Lives’.
“Adapun tanda mata ini dijual seharga Rp199.000 per buah mulai dari 20 November hingga 20 Desember mendatang. Keuntungan dari penjualan tanda mata tersebut akan didonasikan seluruhnya kepada Sekolah Drisana,” lanjutnya.
Dian menyambut baik inisiatif SGE Live dalam membantu tumbuh kembang anak dengan autisme melalui seni.
Sebagai orang tua yang dikarunia anak spesial, Dian menyadari besarnya manfaat seni sebagai terapi bagi anaknya.
“Anak dengan autisme, seperti halnya anak-anak normal lainnya, membutuhkan kasih sayang dan dukungan dari lingkungan sekitarnya. Namun, anak dengan autisme kerap dipandang sebelah mata, karena tidak dapat mengekspresikan emosinya seperti anak-anak normal. Meskipun begitu, kondisi anak dengan autisme bisa berangsur-angsur membaik jika ditangani sejak dini, salah satunya melalui terapi seni,” kata Dian.
Dian mengaku sempat kebingungan dan minim sekali tentang penangganan anak autis. Namun dengan kegigihan Dian mencari tahu, kini bintang film Ada Apa Dengan Cinta itu (AADC) bersyukur telah menemukan cara penangganan terbaik bagi putranya itu.
Dian pun bercerita bahwa putranya, Syailendra Naryama Sastraguna Sutowo memiliki hobi menggambar.
“Dalam spektrum autisme, seorang anak jauh lebih visual daripada mendengar atau audio. Kalau kita menjelaskan sesuatu, dia melihat secara visual lewat gambar atau video. Dia jauh lebih reseptif atentif daripada dibilangi secara verbal,” papar Dian.
Melalui karya seni seperti gambar pula, Dian merasa komunikasinya dengan Syailendra dapat tersampaikan.
“Anak saya kalau menggambar sangat detail. Dia menyukai gambar yang berbau aerodinamika mobil. Ya, melalui seni, anak dengan autisme dapat lebih mudah beradaptasi, berkomunikasi dengan baik, dan bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya,” ujar Dian.
Melalui penggalangan donasi untuk Sekolah Drisana, Dian berharap akan semakin banyak anak autis terbantu.
“Oleh karena itu, saya mengajak seluruh pihak untuk mendukung program penggalangan donasi untuk Sekolah Drisana ini, dan membantu anak-anak di sana untuk memperoleh masa depan yang lebih baik,” lanjut bintang film Kartini ini, lagi.
Autis Yang Terparah Butuh Dukungan Seumur Hidup
Nuryanti Yamin, Ortopedagog dan Co-Founder Drisana Center mengatakan mayoritas anak dengan autisme memiliki kesulitan komunikasi dan bahasa tingkat parah, sehingga membutuhkan dukungan dan perawatan seumur hidup.
“Beberapa indikator pada anak dengan autisme adalah ekspresi wajah datar, tidak menggunakan bahasa tubuh, jarang memulai komunikasi, tidak meniru aksi atau suara, bicara sedikit atau tidak sama sekali, membeo kata, intonasi bicara aneh, tampak tidak mengerti kata, serta mengerti dan menggunakan kata secara terbatas,” ungkap Nuryanti.
Oleh karena itu, intervensi sejak dini sangat penting dilakukan untuk mendorong perkembangan anak dengan autisme.
Salah satu cara yang terbukti efektif dalam mengembangkan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial anak dengan autisme adalah melalui kegiatan seni.
Banyak manfaat kegiatan seni pada anak dengan autisme, diantaranya:
(1) Dapat digunakan untuk membantu masalah pemrosesan sensorik, seperti taktil (peraba) dan visual (pengelihatan): (2) Meningkatkan keterampilan motorik halus: (3) Sosial emosional seperti regulasi diri, memahami kapan harus bertindak atau tidak, dan kapan menuangkan ide; (4) Ekspresi, anak dengan autisme menuangkan ide atau berekspresi sesuai dengan kesukaannya. Membantu anak dengan autisme menyelesaikan konflik yang tidak dapat diungkapkan secara verbal; (5) Adaptable, mampu diarahkan, meningkatkan kesadaran diri, dan mengurangi stres; (6) Konsentrasi untuk menuntaskan pekerjaan, berpikir secara simbolis; (6) Menawarkan komunikasi visual; (7) Meningkatkan kemampuan untuk mengenali (dan merespons) ekspresi wajah.
Sekolah Drisana adalah sekolah khusus anak dengan autisme yang sebagian besar muridnya berasal dari keluarga tidak mampu. Sekolah Drisana awalnya berdiri pada tahun 2014 dengan nama Sekolah Keana.
Namun karena adanya keterbatasan biaya, Sekolah Keana mengalami penggusuran pada awal tahun 2019, dan berubah nama menjadi Sekolah Drisana.
“Saat ini Sekolah Drisana beroperasi dengan fasilitas belajar mengajar yang sangat terbatas. Sekolah Drisana memiliki 9 orang murid dan 4 orang guru yang harus bergiliran menggunakan ruangan kelas setiap harinya. Kami berharap melalui hasil penggalangan donasi oleh SGE Live dan Dian Sastrowardoyo, kami dapat meningkatkan sarana dan prasarana belajar di Sekolah Drisana, sehingga anak-anak dapat belajar dengan lebih nyaman dan menyenangkan,” jelas Zavnura Pingkan, Pendiri Sekolah Drisana