Wed. Nov 13th, 2024

FGD Hilirisasi Penelitian dan Pengembangan Produk Berbasis Kefarmasian

YOGYAKARTA-Kemenristekdikti melalui Subdit Organisasi Profesi, Direktorat Kawasan Sains & Teknologi dan Lembaga Penunjang Lainnya berkolaborasi dengan PP Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) serta Direktur Pengembangan Usaha dan Inkubasi UGM sebagai pengelola STP UGM menggelar Focus Group Discuccion ‘Hilirisasi Penelitian dan Pengembangan Produk Berbasis Kefarmasian di Yogyakarta, awal pekan lalu.

FGD diikuti oleh 43 PT Farmasi yang memiliki Prodi Profesi Apoteker, S1 Farmasi di Yogyakarta, Politeknik Pengembangan Pertanian dan sejumlah pengurus PP IAI serta PD IAI DIY. Menghadirkan nara sumber Dedy Saputra, SE, S.Sos, M.Pub. Pol, Kasubdit Organisasi Profesi, Kemenristekdikti membawakan materi berjudul Peran Kemenristekdikti dalam Mendukung Pengembangan STP Di Indonesia. Drs Heru Sunaryo, Apt, Kasubdit Kemandirian Obat dan Bahan Baku Kementerian Kesehatan, memberikan materi Peran Kemenkes Dalam Mendukung Hilirisasi Produk Bernilai Komersial yang Mampu Bersaing di Pasaran Nasional dan Internasional, Drs Arustiyono,Apt, Direktur Pengawasan Kosmetik BPOM (Peran BPOM Dalam Mendukung Hilirisasi Produk Bernilai Komersial yang Mampu Bersaing di Pasaran Nasional dan Internasional), Dr Keri Lestari Dandan, Apt, Wakil Rektor III Universitas Padjadjaran (Pembuatan Model Keterlibatan Apoteker dalam Hilirisasi Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Berbasis Kefarmasian), Dr Bondan Ardiningtyas MSc, Apt (Direktur Swayasa Prakarsa UGM, STP, Peran Tenant dalam Mendukung Pengembangan STP) dan Dra Tia Mutianingsi, Apt dari PT Kimia Farma (Peran Perusahaan Farmasi di Indonesia dalam Mendukung Perguruan Tinggi Guna Hilirisasi Produk Produk Hasil Penelitian Menjadi Produk Bernilai Komersial). FGD ini bertujuan menyusun model keterlibatan apoteker dalam hilirisasi hasil-hasil penelitian dan pengembangan produk berbasis kefarmasian.

Dalam sambutan yang dibacakan oleh Dedy Saputra, dikatakan, hilirisasi produk hasil penelitian dan pengembangan (litbang) berbasis kefarmasian penting dilakukan dalam rangkakemandirian dalam ketersediaan produk kesehatan, khususnya obat-obatan sehinga tidak tergantung produk impor. Terlebih lagi, Indonesia memiliki keragaman hayatiyang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku obat dan vaksin.Begitupuan kompetensi peneliti Indonesia tidakkalah dengan peneliti luar.
Sala satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Kemenristekdikti, adalah program pengembangan Science Techno Park (STP) atau Kawasan sains dan Teknologi (KST). STP merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan proses hilirisasi hasil-hasil riset melalui pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk menumbuhkan perusahaan pemula berbasi teknologi (start-up company). Sejak tahun 2015 pemerinta tela memfasilitas pembangungan dan pengembangan STPdi 18 lokasi. Salah satunya di UGM, yang juga telah menginisiasi hilirisasi produk hasil litbang, kususnya yang berbasis kesehatan, dengan mendirikan perusaaan pemula berbasis teknologi (PPBT)/star up di bidang alat kesehatan,obat herbal dan pangan sehat.
Untuk mempercepat akselerasi STP, Kemenristekdikti memberikan fasilitas kepada IAI untuk memberikan dukungannya. Dari FGD ini diharapkan akan didapatkanmodeldukungan yang bisa diberikan ole IAI kepada STP, khususnya yang berbasis kefarmasian.
Prof Edi Meianto, Apt, Dewan Pakar PP IAI dalam kesempatan tersebut menyampiakn beberapa hal yang harus dilakukan ole IAI untuk memperkuat positioning STP. Yaitu dengan cara melibatkan anggotanya yang berperan dalam pekerjaan di berbagai bidang. Selain itu juga memberikan gagasan atau masukan kepada STP untuk dilakukan.
Sementara Ketua Umum PP IAI, Drs Nurul Fallah Eddy Pariang,Apt menekankan perlunya IAI menjadi agen promosi bagi produk-produk STP. IAI akan mencari seorang brand ambassador agar dapat membantu mempromosikan produk-produk STP.
‘’Langkah pertama yang harus diambil adalah membuat MOU antara IAI dengan STP UGM,’’ ungkap Nurul Fallah. IAI dengan jaringan yang amat luas,baik di industri, distribusi maupun pelayanan memiliki begitu banyak ahli di bidangnya masing-masing.

Bimbingan Teknis

Esoknya dilakukan bimbingan teknis Pengelolaan Pasca Panen Produk Biofarmaka kepada petani binaan STP UGM. Acara yang berlangsung, di gedung STPUGM, Purwomartani, Sleman itu diikuti oleh 25 petani.
Dihadirkan tiga narasumber, yaitu Dra Eva Retnowulan Suwito, Apt, praktisi industri jamu yang juga anggota Himastra (Himpunan Seminat Obat Tradisional), Dr Sri Rahajoe,STP,MP, dosen Fakultas Pertanian UGM, serta Dr Djoko Santosa,S.Si, M.Si dosen Biologi Farmasi UGM.
Acara yang dibuka oleh Dedy Saputra,SE, S.Sos, M.Pub.Pol ini dihadiri oleh Sekjen PP IAI, Noffendri Roestam,S.Si, Apt, Drs Pranama,Msi,Kabid Penelitian, Pengembangan dan Pengendalian, Bappeda Sleman, Edy Sri Harnanto, Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian Sleman.,
Dalam sambutannya, Dedy menegaskan, Kemenristekdikti mendorong STP untuk melibatkan pemerintah daerah setempat. Keberadaan STP,merupakan upaya untuk menembusmimpi meningkatkan ekonomi melalui UKM berbasis teknologi.
Pada kesempatan itu, Pranama menuturkan, Sleman merupakan kabupaten yang memiliki bonus demografi lansia di tahun 2035 mendatang, sehingga pemeliharaan kesehatan merupakan salah satu hal yang menjadi peratian besar pemda Sleman. Dalam perkembangannya prevalensi penyakit tidak menular di Kabupaten Sleman meningkat tajam. Hal ini memerlukan penanganan yang serius.
‘’Oleh karena itu, bimbingan teknis yang diberikan kepada para petani hari ini akan sangat membantu warga Sleman,’’ ungkapnya.
Di kesempatan yang sama,Edy Sri Harnanto mengungkapkan selama ini produk biofarmaka di Sleman belum dilirik pasar. Karena itu selama ini petani menanam tanaman biofarmaka hanya dalam skala kecil.
‘’Petani akan menanam, bila memang pasarnya ada. Karena itu kami membutuhkan informasi,kira-kira biofarmaka yang mana dan berapa banyak dibutukan. Dari sana kami akan mengkondisikan, agar para petani dapat memenuhi kebutuhan STP UGM,’’ ungkap Edy.
Dalam paparannya mengenai Kualifikasi Bahan Baku Industri,,Eva Retnowulan menyampaikan, setidaknya ada 120 jenis tanaman yang dibutuhkan dalam pembuatan obat tradisional. Proses pemyiapan bahan baku sebelum dikirimkan di industri sangat penting dilakukan.
Sementara Sri Rahayoe menyampaikan materi Cara Pengolaan Pasca Panen yang efektif ,dan Djoko Santosa dengan materi Standarisasi Bahan Baku Obat Untuk Biofarmaka.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *