JAKARTA-RT-PCR (Real Time-Polymerase Chain Reaction) atau reaksi berantai polimerase merupakan jawaban yang tepat dalam menegakan diagnose apakah seseorang telah terinfeksi SARS-CoV-2, dan bukan rapid test. Karena itu rencana Pemda DKI untuk mendirikan laboratorium biosafety level 3 dinilai sangat tepat. Dengan pemeriksaan PCR di laboratorium ini mereka yang baru terinfeksi dan belum menunjukkan gejala pun sudah dapat terdeteksi dengan tepat.
‘’Sebab rapid test tidak direkomendasikan untuk menegakkan diagnose. SARS-CoV merupakan penyakit akut menyerang sistem pernafasan dan durasi serangannya begitu cepat serta sangat menular, sehingga diperlukan suatu pemeriksaan yang memiliki akurarasi sangat tinggi untuk mendeteksi keberadaan covid-19, untuk itu kita membutuhkan real time PCR,’’ ungkap Drs Julian Afferino Taruna Vijaya, MS, Apt, farmakolog yang juga CEO Pharmacare Consulting.
PCR adalah suatu teknik atau metode perbanyakan (kuantifikasi) RNA/DNA secara enzimatik dengan menggunakan sampel yg berasal dari penderita. Dengan teknik ini, DNA/RNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dalam waktu relatif singkat sehingga memudahkan proses selanjutnya dalam mendeteksi jenis mikroorganisme didalamnya.
‘’Covid-19 ini memang satu virus jenis baru yang belum pernah ada sebelumnya, sehingga tubuh membutuhkan waktu 5-7 hari hingga mampu mengenali virus ini dan kemudian membentuk antibodi,’’ tutur alumni Fakultas Farmasi UGM ini.
Berdasarkan teori imunologi, setelah melalui waktu pengenalan selama 5-7 hari, barulah tubuh mengeluarkan respon imunologi dengan memproduksi immunoglobulin M (IgM) spesifik sesuai dengan jenis mikroorganisme yg menginfeksi. IgM adalah antibody yang diproduksi oleh tubuh saat pertamakali terinfeksi bakteri atau kuman lain, sebagai garis pertahanan pertama tubuh untuk melawan infeksi. Tingkat IgM akan meningkat dalam waktu singkat saat terjadi infeksi, kemudian perlahan menurun dan digantikan oleh IgG. Imunoglobulin G mulai muncul di hari ke 7 dan mencapai puncaknya di hari ke 14. IgG inilah yang menyerang virus Covid-19 yang menginfeksi tubuh. Dan jika IgG berhasil melakukan tugasnya maka ketika memasuki periode ketiga, yaitu di hari ke 14-21 jumlah IgG akan terus menurun dan keberadaan IgG akan menghilang di hari ke 21, saat itulah pasien dinyatakan sembuh.
‘’Jadi baru di hari ke 5-7 lah virus ini bisa terdekteksi dengan rapid test. Itu pun baru mendeteksi IgM nya. Setelah IgM nya turun menuju hari ke 7-14 baru terdekteksi IgM dan IgG. IgM yang dikeluarkan sangat spesifik hanya untuk satu jenis penyusup,’’ tuturnya.
Jadi, lanjut Julian, dari munculnya IgM atau IgG ini lah bisa diketahui apakah seseorang sudah terinfeksi pada tahap awal atau tahap lanjut. Apabila hanya IgM terdeteksi berarti infeksi terjadi masih di fase awal, tapi apabila IgM dan IgG keduanya ditemukan, artinya telah mulai memasuki fase lanjut. Apabila hanya IgG berarti infeksi sudah berada di fase lanjut.
Sayangnya rapid test yang saat ini tersedia ternyata tak cukup bagus sensitifitasnya. Disamping alat ini memang berpotensi menunjukan hasil yang menyimpang, yakni positif dan negatif palsu.
‘’Ingat, karena virus ini memang virus yang baru sama sekali, sehingga tubuh sama sekali belum memiliki memori mengenai virus ini,’’ tuturnya.
Rapid test, tambahnya, sebenarnya hanya bisa digunakan untuk skrining penyakit yang tidak bersifat akut. Artinya karena tidak bersifat akut, sehingga masih banyak waktu untuk melakukan tindakan medis. Rapid test tidak bermanfaat bila digunakan untuk mendeteksi penyakit akut dan sangat menular yang sangat membutuhkan penanganan yang cepat untuk keselamatan dirinya dan orang lain, karena harus berpacu dengan waktu, agar segera dilakukan tindakan medis. SARS-CoV-2 adalah virus yang menyebabkan penyakit yang bersifat akut dan sangat menular, waktu untuk melakukan tindakan medis sangat singkat.
Untuk penyakit yang sifatnya akut dan sangat akut, untuk keselamtan harus menggunakan pemeriksaan gold standar. Dalam situasi seperti sekarang, saat Covid-19 mewabah di seluruh dunia, apabila ditemukan orang dengan gejala influenza like illnes atau ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan bagian Atas) harus langsung diambil dan diperiksa dengan pemeriksaan gold standar, yaitu dengan menggunakan real time PCR. Karena dengan PCR itu hampir tidak ada celah bagi virus untuk lolos dari pemeriksaan.
‘’Jadi kalau dalam keadaan wabah akut pandemik seperti sekarang ini, yang harus kita lakukan adalah periksa dan pastikan. Tidak bisa dengan metode trial and error seperti bila menggunakan rapid test. Periksa, pastikan kemudian karantina.,’’ ungkapnya.
Karena itu, sekali lagi, Julian mendukung langkah Pemda DKI yang tengah membangun laboratorium BSL3 untuk mengatasi pandemic Covid-19 ini.