JAKARTA,GoHappyLive.Com – Pandemi yang tengah melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia, menyebabkan banyak orang mengalami kecemasan dan stress yang amat sangat. Terlebih pandemic Covid-19 ini tidak dapat diprediksi kapan akan berakhir. Kecemasan dan stress yang amat sangat menyebabkan sejumlah orang merasakan nyeri ulu hati atau nyeri lambung. Beberapa orang bahkan mengeluhkan asam lambung yang naik ke kerongkongan, terasa panas di dada seperti terbakar dan membuat mulut terasa asam bahkan pahit.
Asam lambung yang naik hingga ke kerongkongan ini disebut GERD, Gastroesophageal Reflux Disease. Sejumlah orang bahkan merasakan GERD seperti gejala serangan jantung karena membuat dada sesak. Namun GERD berbeda dari serangan jantung dan tidak menyebabkan serangan jantung, demikian ditegaskan Prof. Dr. dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP, Guru Besar pada Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo dalam diskusi di Nina Nugroho Solutions Live IG di @ninanugrohostore, Rabu (6/5).
“GERD merupakan penyakit kronis akibat gangguan asam lambung. Namun tidak menyebabkan kematian, juga tidak sebabkan serangan jatntung,” ujar Prof Ari, yang juga menjabat sebagai Dekan FKUI periode 2017-2021. Naiknya asam lambung ke arah kerongkongan, kata Prof Ari, terjadi akibat melemahnya katup atau sfingter yang terletak di kerongkongan bagian bawah. Normalnya, katup ini akan terbuka untuk memungkinkan makanan serta minuman masuk menuju lambung dan dicerna. Setelah makanan atau minuman masuk ke lambung, katup ini akan tertutup kencang guna mencegah isi lambung kembali naik ke kerongkongan.
“Pada penderita GERD, katup ini melemah sehingga tidak dapat menutup dengan baik. Hal ini mengakibatkan isi lambung yang berisi makanan dan asam lambung naik ke kerongkongan,” beber konsultan penyakit dalam gastroenterologi-hepatologi RSCM.
GERD vs Serangan Jantung
Karena menimbulkan panas di dada, bahkan sesak, gejala GERD kadang disalahartikan sebagai serangan jantung. Namun keduanya jelas penyakit yang berbeda. Nyeri ulu hati aiias nyeri dada karena serangan jantung biasanya dirasakan sangat berat, menjalar hingga ke lengan, leher, atau rahang, dan biasanya muncul setelah melakukan aktivitas fisik.
Sedangkan nyeri ulu hati karena gejala GERD umumnya disertai adanya rasa asam pada mulut, tidak diperparah oleh aktivitas fisik, tidak menyebar hingga ke lengan atau leher, dan dirasakan semakin berat saat berbaring. “GERD bisa sembuhkan dengan pengobatan teratur, setidaknya 2 bulan. Obat yang digunakan antara lain lansoprazole dan omeprazole (golongan proton pump inhibitors),” ujar Prof Ari.
Mengapa di bulan puasa sejumlah orang mengeluhkan kumatnya GERD? Makanan dan stres memang bisa memicu kekambuhan GERD. “Makanan berlemak seperti gorengan, yang kerap dikonsumsi saat buka puasa bisa memperlambat pengosongan lambung. Sedangkan cokelat dan keju dapat mengendurkan dan melemahkan klep/katup yang membatasi antara kerigkongan dan lambung, sehingga rentan membuat asam lambung naik,” jelasnya. Sejumlah makanan yang menginduksi asam lambung, misalnya makanan asam dan pedas, juga bisa mencetuskan GERD. “Boleh saja makan, tapi jangan berlebihan. Apalagi kalau tahu punya riwayat GERD,” saran konsultan gastroenterologi yang rajin ngeblog ini.
Berpikir Positif
Pertolongan pertama saat GERD kumat adalah konsumsi antasida untuk menetralkan asam lambung atau omeprazol dari golongan proton pump inhibitors. Jika tak ada obat, cara lain adalah minum air putih atau teh manis dan menenangkan diri. “Minum dapat mengencerkan asam lambung sehingga mengurangi gejala GERD. Juga menenangkan diri, karena stres bisa memicu asam lambung naik,” saran Prof Ari. Untuk meminimalkan munculnya GERD, usahakan buka puasa dengan air hangat.
“Setelah berpuasa 14 jam tidak terisi, lambung butuh penyesuaian. Jangan minum dingin, karena lambung bisa kaget dan reaksinya bisa macam-macam,” ujarnya. Bagi yang pernah memiliki GERD. usahakan sehabis sahur jangan langsung tidur. “Kalau tidur usahakan setengah duduk untuk mencegah asam lambung naik ke kerongkongan,” beber Prof Ari. Guru besar FKUI ini menyarankan perlunya pengendalian diri dan berpikir positif selama pandemi COVID-19 untuk mencegah munculnya GERD. “Ubah mindset ke arah positif. Kalau dulu waktu bertemu keluarga sulit, sekarang karena harus tinggal di rumah lebih intens bersama keluarga, lebih banyak beribadah di bulan Ramadan. Kurangi rasa cemas dan lebih banyak bersyukur,” pungkasnya.