Thu. Nov 14th, 2024

GoHappyLive.com, JAKARTA-Kemelekatan aktivitas sehari-hari kita pada gadget di era sekarang memang tidak dapat dilepaskan. Terlebih di masa pandemi yang menghantam dunia selama hampir 2 tahun, turut memaksa penggunaan gadget sejak dini di kalangan anak-anak.

 

Munculnya teknologi telah memberi banyak sekali manfaat untuk keberlangsungan hidup manusia.
Beberapa contoh teknologi yang nyata di era sekarang yang sering digunakan, antara lain; komputer, laptop, handphone, mesin-mesin, mobil motor dan lainnya.

Namun, setiap kemunculan suatu teknologi juga tidak saja diikuti oleh fungsi atau manfaat semata. Jika salah dalam pemanfaatannya maka dia akan memberi dampak negatif kepada si penggunanya.

Seperti diungkapkan Dwi Kishan, pakar IT bahwa teknologi di bidang gadget, misalnya, seperti pisau bermata dua, terutama bagi anak-anak. Di satu sisi memberikan informasi dan pengetahuan, namun di sisi lain telah menjadi kekhawatiran tersendiri bagi para orang tua lantaran konten-konten negatif yang dapat diakses anak melalui gadgetnya.

Sebagai seorang konsultan IT, Dwi kerap mendapat curhat dari orang tua, terutama kaum ibu yang mengeluhkan anaknya yang sangat ketergantungan terhadap gadget.

Dikatakan Dwi, banyak orangtua saat ini khawatir dengan kebiasaan baru anaknya yang bisa berjam-jam bahkan sampai lupa belajar, bermain diluar dan mungkin juga makan karena keasyikkan main gadget.

“Entah itu Game Console, Handphone, Tablet PC dan hal lainnya. Sehingga kebiasaannya itu membuatnya enggan bermain dan keluar kamar. Aturan mungkin sudah dibuat dirumah, namun beberapa kali dilanggar walau pernah sesekali diikuti. Orangtua menjadi bingung dan tidak tahu harus melakukan apa untuk mengatasi kebiasaan itu,” ungkap Dwi pada acara Sharing Session Gadget for Family yang membahas bagaimana caranya gadget bisa dimaksimalkan dalam keluarga, Minggu, 3 Oktober 2021.

Terkait acara Sharing Session Gadget for Family ini merupakan rangkaian dari gerakan #akuberdaya yang digagas Desainer kondang Nina Nugroho.

Deklarasi gerakan #akuberdaya ini baru saja dilakukan pada tanggal 24 September 2021 lalu , oleh 50 tokoh Nasional dan 10 ribu perempuan di Indonesia.

Nina mengatakan sejatinya para wanita telah memiliki daya dari dalam dirinya.

Adalah fitrah wanita dapat menahan rasa sakit pada saat melahirkan bahkan memiliki multi tasking atau dapat melakukan beberapa pekerjaan dalam satu waktu, yang sudah pasti tidak dapat dilakukan oleh kaum laki-laki.

“Wanita adalah tonggak keluarga. Kami tidak memakai istilah pemberdayaan
Karena wanita tidak perlu diberdayakan, tapi dilejitkan keberdayaannya,” jelas Nina.

Kembali lagi ke tema sharing session, Dwi mengatakan kekhawatiran orang tua ini sebetulnya dapat diatasi , bahkan saat pertama kali orang tua memutuskan memfasilitasi anak dengan gadget.

Dwi menyampaikan 4 hal yang dapat dilakukan para orang tua guna meminimalisir rasa khawatir ,yaitu:

1. Komunikasi kan dengan anak mengapa memberinya gadget
Dalam hal ini orang tua jangan hanya memberikan begitu saja gadget tanpa mereka tahu rambu-rambu yang perlu mereka ketahui

“Bagaimana ceritanya kalau kita nggak komunikasikan aturan-aturan apa saja yang harus disepakati dalam penggunaan gadget. Kadang anak itu kan mengira orang tuanya seharian hanya main handphone saja. Nah, hal ini kan harus dijelaskan kenapa ayah bunda selalu terlihat bermain hp. Misalnya, untuk bunda yang berjualan di marketplace, ya dijelaskan bahwa bunda menggunakan hp untuk berjualan . Kasih tahu ini toko bunda di marketplace. Bunda berjualan untuk dapat uang, kalau nanti uangnya terkumpul bisa digunakan sebagai biaya hidup atau untuk jalan-jalan,” ujar Dwi.

Terlebih di masa pandemi, ayah juga harus melakukan pekerjaan melalui gadgetnya, seharian terlihat bersama gadget . Hal itu juga perlu disampaikan pada anak, sama seperti dia yang sekolah dari rumah, maka pekerjaan di kantor ayah juga terpaksa dikerjakan dari rumah.

Ketika anak juga difasilitasi gadget alasannya tidak lain untuk membantunya dalam menyelesaikan tugas-tugas dari sekolah.

2. Tanamkan rasa tanggung jawab terhadap anak

Dwi menyebutkan tidak ada ketentuan usia dalam memberikan gedget pada anak. Yang terpenting adalah ketika anak sudah dapat diserahi beban tanggung jawab, maka itulah waktu yang tepat untuk memberikan gadget kepadanya.

“Dimulai dari hal-hal kecil dulu , seperti pembiasaan merapikan tempat tidur saat bangun dari tidur, meletakkan baju kotor di tempatnya bukan di kamar mandi dan anak sudah terbiasa mengurusi barang-barangnya sendiri. Jika dalam hal ini anak sudah lulus, maka ini menjadi satu tanda bahwa anak sudah dapat diberi tanggung jawab,” ujar Dwi.

Terkait gadget, artinya anak sudah dapat mengatur waktu kapan belajar dan kapan menggunakan gadgetnya. Jika diberitahu terkait pelanggaran yang dilakukannya, orang tua tidak perlu adu urat syaraf.

3. Orang tua perlu melakukan assesment (penilaian) diri
Jangan hanya bisa memberi larangan-larangan pada anak agar tidak tergantung terhadap gadget. Tapi apakah kita sebagai orang tua pernah melakukan assesment pada diri sendiri terkait seberapa besar ketergantungan kita terhadap gadget.

“Jangan-jangan kita orang yang tiap sebentar update status sosmed, tiap kali kasih komentar postingan teman atau tiap sebentar update status. Jangan-jangan kita selama ini kita orang yang paling wasting time. Hal ini kita perlu juga tahu, perlu melakukan assesmen t pada diri kita. Saat ini sudah ada lho aplikasi untuk mengukur nya, dalam sehari itu kita berapa kali berselancar di dunia maya,” papar Dwi.

4. Buat aturan, do and does di keluarga

Sebagaimana disebutkan diatas bahwa penting melakukan komunikasi dengan anak saat dia difasilitasi gadget, nah komunikasi dengan dengan pasangan juga tak kalah pentingnya

“Ngobrol dulu dengan pasangan supaya satu suara . Kalau anak dikasih handphone aturan mainnya seperti apa nih? Jangan sampai di depan anak, orang tua tidak satu suara. Lalu ke depannya, bunda bilang begini, ayah ngomong begitu. Nanti anak jadi bingung, siapa yang mau dituruti,” ucap Dwi, lagi.

Jangan Sampai Jadi Kuper

Jika orang tua sudah ada kesepakatan maka sampaikan pada anak secara bertahap. Apa yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam penggunaan gadget.

Bagaimana jika anak sudah kadung mengalami ketergantungan terhadap gadget?
Dikatakan Dwi lagi, sebaiknya membuat aturan dapat dilakukan sesegera mungkin.

Yang perlu orang tua pahami bahwa gadget itu hanya teknologi biasa , sama seperti teknologi lainnya. Selama kita rahu bagaimana cara memanfaatkannya, maka semua akan baik-baik saja.

“ Sebab kalau dibatasi , anak-anak akan jadi kuper. Ambil manfaat dari teknologi ini karena dia diciptakan untuk memudahkan manusia. Cara yang paling bijak adalah terus melakukan kontrol. Dalam hal ini kita dapat dibantu oleh aplikasi-aplikasi yang dapat membantu kita. Kita dapat mengetahui konten-konten apa saja yang diakses anak, berapa lama dia mengakses. Termasuk juga ketersediaan wifi, juga bisa kita atur. Jam berapa anak dapat browsing ini itu dengan akses wifi yang kita sediakan. Dari pagi sampai jam berapa? Misalnya, hanya sampai jam 10 malam. Setelah itu anak-anak tidak bisa mengakses apa-apa. Dia hanya bisa terhubung ke aplikasi message, misalnya.Semuanya bisa kita atur dalam menu setting. Kita dapat menentukan konten-konten apa saja yang dapat diakses anak,” urai Dwi.

Sementara itu , Nina juga sependapat dengan Dwi Kishan. Bahwa anak tidak dapat dijauhkan dari gadget mengingat banyak hal positif yang dapat dieksplornya.

“Kalau anak-anak dibatasi menggunakan gadget, dia tidak bisa meng eksplorasi dunia baru. Justru anak-anak harus distimulasi, kita beri challenge dengan gadget hal apa saja yang dapat dipelajarinya. Bahkan dengan begitu tidak jarang, kami berdiskusi bersama tentang banyak hal,” pungkas Nina.

 

 

 

foto:  illustrasi gadget (unsplash)

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *