Sun. Dec 14th, 2025

JAKARTA, Gohappylive.com – Special Career Day 2025 berusaha menjembatani potensi Individu berkemampuan khusus (IBK) dengan dunia kerja.

Gita, IBK berusia 27 tahun tampak ramah menjajakan barang kerajinan gantungan handphone kepada pengunjung. “Dibeli kak!” rayunya di tengah keramaian Special Caree Day 2025 yang digelar My JCDC di Kedoya, Jakarta Barat, awal pekan lalu.

Gita adalah satu dari sejumlah IBK yang memamerkan potensinya. Siapa sangka, IBK dengan kekurangan di motoric halus itu bisa merangkai manik-manik menjadi gantungan handphone. Kakak pembimbingnya mengatakan, Gita juga baru selesai magang bekerja di toko roti dan kini masih menganggur.

“Saya kerja di toko roti. Kerjanya buka pintu untuk tamu,” ungkap Gita.

Bagi kita, membukakan pintu untuk tamu terdengar seperti pekerjaan mudah. Namun bagi IBK, pekerjaan itu luar biasa. Dan mereka sangat senang melakukannya ditambah dengan wajah dan sapaan yang sangat ramah.

Pendiri sekaligus Managing Director My JCDC, Nadia Imanuella mengatakan, Gita adalah salah satu siswa vokasi untuk IBK di My JCDC. “Anak-anak IBK ini memang ada beberapa potensi yang dimilikinya. Nah, program vokasi ini menjebatani anak-anak ini untuk dipersiapkan nantinya apakah menjadi entrepreneur atau bekerja di korporat sesuai potensi yang dimilikinya,” kata Nadia.

Penerimaan IBK Masih Minim

Special Career Day 2025 digelar sekaligus memperingati Hari Disabilitas Internasional. Ini menjadi forum karier inklusif yang secara khusus memberi ruang bagi special talent untuk tampil dan terhubung dengan dunia kerja.

Special Career Day 2025 ini merupakan forum keempat yang diadakan oleh My JCDC. “Forum karier inklusif ini merupakan agenda tahunan kami sejak 2022. Kami berharap acara ini bisa berdampak positif dengan membuka peluang karier yang lebih inklusif bagi individu berkebutuhan khusus-special talent,” jelas Nadia Emanuella, Managing Director My JCDC.

Memang, saat ini perusahaan berusaha mengikuti aturan pemerintah bahwa harus memenuhi 1-2% karyawan berasal dari penyandang disabilitas. “Tapi memang sebagaian besar masih dipenuhi oleh disabilitas fisik, belum yang disabilitas mental karena terlihat lebih sulit ya,” ungkap Nadia.

Anna Soenardi, Ketua Yayasan Cita Anak Bangsa, pelaksana acara Special Career Day 2025 mengatakan, data menjadi pondasi penting untuk membuka akses kerja yang setara dan berkeadilan. Namun hingga kini, pendataan penyandang disabilitas di Indonesia—termasuk yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta—masih menggabungkan kategori fisik, sensorik, mental, dan intelektual dalam satu kelompok besar. Ketiadaan pemisahan data membuat jumlah penyandang disabilitas mental dan intelektual tidak dapat diidentifikasi secara akurat.

Di saat yang sama, berbagai penelitian menunjukkan bahwa mayoritas penyandang disabilitas di Indonesia masih berada di sektor informal, dan hanya sebagian kecil yang bertransisi ke pekerjaan formal. Situasi ini mencerminkan adanya kesenjangan peluang yang luas antara potensi talenta disabilitas dan kesempatan yang tersedia dalam pasar kerja.

“Ketika data saja belum bisa menunjukkan dengan jelas siapa dan berapa jumlah penyandang disabilitas mental, maka agak sulit kesempatan kerja bisa dibuka seluas-luasnya,” jelas Anna Soenardi. “Melalui Special Career Day ini, kami ingin menunjukkan bahwa talenta disabilitas itu nyata, beragam, dan mereka sama-sama memiliki hak dan layak mendapatkan dan diberi panggung serta kesempatan kerja yang adil sesuai hak azasi manusia. Inklusif bukan soal belas kasih. Inklusif adalah soal kesempatan, penghargaan, dan keadilan,” tambah Anna.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *