GoHappyLive.com, — Kongres Wanita Indonesia (Kowani) tengah menggodok program-program kerja untuk periode 2019-2024. Bersama 190 anggotaya, organisasi tertua yang kembali dipimpin Ir. Giwo Rubianto ini menyusun program kerja Kowani untuk 12 bidang, yaitu: organisasi dan keanggotaan; agama; pendidikan, ilmu pengetahuan, seni dan budaya; sosial, kesehatan, dan kesejahteraan keluarga; lingkungan hidup; ekonomi, koperasi, dan ukm; ketenagakerjaan; hukum dan hak asasi manusia; politik; hubungan luar negeri; pengembangan lembaga; hubungan masyarakat.
Dalam sambutannya Giwo mengatakan Kowani adalah organisasi federasi yang tetap mengedepankan masukan-masukan program kerja apa saja yang harus dijalankan demi kemajuan organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara.
Sebagai organisasi federasi harus bekerjasama menjalankan program-program Kowani.
Kowani juga bersinergi dengan program prioritas Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak di antaranya dalam hal peningkatan pemberdayaan perempuan secara ekonomi, penurunan angka pernikahan dini, dan lainnya.
“Kowani bukanlah organisasi perempuan yang biasa tapi organisasi federasi yang memayungi 196 organisasi yang berasal dari bermacam profesi, agama, pendidikan, dan suku. Karena itu, harus punya persepsi dan pemahaman yang sama dalam menjalankan program,” papar Giwo, disela- sela rapat program Kowani, Rabu, 19/2.
Pada kesempatan tersebut, Giwo menyorot Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Sebagai organisasi perempuan, Giwo menilai draf RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah pada DPR, yang tidak lagi ada lagi cuti haid, dan cuti melahirkan bagi pekerja perempuan berpotensi mendiskreditkan perempuan.
Padahal UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 82 menyebutkan hak perempuan mendapatkan cuti selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Sementara perempuan yang mengalami keguguran pun berhak mendapat cuti selama 1,5 bulan.
“Saya berharap RUU tersebut tidak menurunkan hak-hak tenaga kerja perempuan. RUU Cipta Kerja ini idealnya mendukung tenaga kerja, terutama tenaga kerja perempuan yang diutamakan. Jadi antara kepentingan pengusaha dan tenaga kerja harus seimbang. Hal itu sudah ada di UU Ketenagakerjaan,” ujarnya.
Jika pemerintah fokus pada pembangunan sumber daya manusia, menurut Giwo perempuan harus menjadi target utamanya.
“Perempuan idealnya harus berpendidikan, karena dialah pendidik pertama dan utama di dalam keluarga. Perempuan juga corong dari kepentingan keluarga. Kunci utama ketahanan keluarga adalah para perempuan. Karena itu, pemerintah hendaknya mendukung tenaga kerja perempuan dan harus mendapatkan prioritas. Perempuan itu memiliki beban ganda. Negara yang baik, adalah negara yang memperhatikan perempuan,” lanjutnya.
Saat ini penolakan terhadap RUU Cipta Kerja datang dari berbagai pihak.
Sebut saja, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dengan tegas menolak RUU Cipta Kerja karena tidak mengandung tiga prinsip ketenagakerjaan.
Dimana prinsip ketenagakerjaan yakni kepastian kerja, jaminan pendapatan, dan jaminan sosial, atau dengan kata lain tidak ada perlindungan bagi buruh.
Bahkan menghilangkan kesejahteraan yang selama ini didapat buruh.
Tidak adanya kepastian kerja, lanjut dia, tercermin dari outsourcing dan kerja kontrak seumur hidup tanpa batas. PHK bisa dilakukan dengan mudah, dan tenaga kerja asing buruh kasar yang tidak memiliki keterampilan berpotensi bebas masuk ke Indonesia.