GoHappyLive.com, JAKARTA– Kehadiran beragam makanan cepat saji merupakan hal tak dapat dihindari dalam kehidupan kita sehari-hari. Berbagai macam produk ditawarkan dengan penampilan yang menarik dan menggugah selera. Bagi kaum urban yang tidak memiliki banyak waktu untuk mengolah makanan sendiri, hal ini menjadi pilihan ditengah upaya tetap memberikan asupan gizi seimbang kepada keluarga tercinta.
Makanan siap saji yang kini hits adalah frozen food. Cukup dengan menghangatkan makanan beku, satu keluarga dapat bersantap bersama dalam waktu singkat.
Namun ditengah boomingnya makanan siap saji yang dibekukan ini, sejumlah kekhawatiran dari kaum ibu pun tak kalah besar. Mereka mempertanyakan seberapa aman makanan tersebut bagi kesehatan keluarga mereka.
Ya, pengolahan makanan siap saji ditenggarai menggunakan bahan pengawet agar mampu bertahan dalam waktu lama. Bahan Pengawet adalah zat yang di gunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk. Zat pengawet hendaknya tidak bersifat toksik, tidak mempengaruhi warna, tekstur, dan rasa makanan (Arisman, 2009), untuk bahan pengawet dapat berasal dari bahan alami atau sintetik.
Untuk bahan pengawet alami contohnya seperti Gula dan Garam. Sedangkan bahan pengawet buatan/sintetik seperti asam sorbet, asam propionat, asam benzoat, asam asetat. Bahan Pengawet dapat menghambat atau memperlambat proses kerusakan pada produk, yang disebabkan oleh mikroba. Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat baik jenis maupun dosisnya.
Baik pewarna dan pengawet buatan, penggunaan dengan dosis melebihi batas dapat memberikan efek yang merugikan bagi kesehatan baik untuk pewarna maupun pengawet, untuk contoh Tartrazin merupakan pewarna kuning lemon sintetis yang biasa digunakan sebagai pewarna makanan.
Tartrazin termasuk jenis pewarna yang masih diperbolehkan untuk digunakan dalam batas aman penggunaan (50 -300 mg/kg makanan dan 0 – 4 mg/kg berat badan) . Efek samping secara langsung dari penggunaan tartrazin ini antara lain seperti urtikaria (ruam kulit), rinitis (hidung meler), asma, purpura (kulit lebam) dan anafilaksis sistemik (shock). Sedangkan efek penggunaan tartrasin pada pemakaian terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama akan berpotensimeningkatkan hiperaktivitas anak (Bustani, 2013).
Maka untuk menghasilkan warna yang beraneka , Industri umumnya juga mampu melakukan pencampuran pada pewarna tersebut. Sedangkan untuk Bahan Pengawet menurut Eberechukwu dkk.(2007) menunjukkan bahwa pemberian sodium benzoat secara in vivo pada hewan coba tikus pada dosis 60 dan 120 mg/kg dapat mengakibatkan penurunan Hb (haemoglobin) secara nyata.
Namun ada pula pelaku usaha yang menambahkan zat berbahaya kedalam bahan pangan dengan tujuan mengawetkan, padahal zat tersebut bukanlah Bahan Pengawet yang diizinkan oleh Pemerintah untuk penggunaannya dalam makanan, seperti Boraks dan Formalin .
Menurut Kumar dan Srivastava (2011) asam borat atau boraks dapat menyebabkan keracunan dengan tanda batuk, iritasi mata, mulut, dan muntah. Sedangkan Formalin umumnya digunakan dalam industri plastik, kertas, tekstil, cat dan mebel, juga digunakan untuk mengawetkan mayat dan mengontrol parasit pada ikan. Formalin diketahui dapat menyebabkan kanker. Menurut Benson dkk. (2008), pemberian formalin pada hewan uji coba tikus dapat mengakibatkan neuropathic pain.
Kini sejumlah perusahaan makanan memproduksi aneka bumbu tabur dengan lebih mengedepankan unsur alamiah atau tanpa berpegang pada bahan pengawet. Salah satu yang memproduksi adalah PT Magfood Indonesia dengan berbagai macam produk unggulan.
Diantaranya Bumbu Tabur Magfood dengan Bumbu Rasa Susu, Bumbu Rasa Coklat, dan Bumbu Rasa Green Tea.
Keempat Bumbu Tabur (Seasoning) dengan kategori Bumbu Tabur rasa Manis ini diracik dengan warna alami dan tanpa bahan pengawet buatan/sintetik seperti asam sorbet, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan sebagainya serta terdapat bagai macam varian rasa maupun ukuran produk.