GoHappyLive.Com, JAKARTA- Foodbank of Indonesia (FOI), lembaga masyarakat kemanusiaan yang misinya membuka akses pangan, melakukan kampanye Menuju Indonesia Merdeka 100%. Gerakan ini terus digemakan mengingat keadilan pangan belum menyentuh seluruh warga Indonesia.
Menurut Global Hunger Index (GHI) 2017 sebanyak 19 juta penduduk Indonesia mengalami kelaparan dan sekitar 40% terjadi kelaparan di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum sepenuhnya merdeka, karena keadilan pangan belum menyentuh seluruh warga Indonesia.
Wida Septarina, pendiri FOI melihat permasalahan kelaparan yang terjadi di Indonesia memasuki skala yang cukup serius. Sehingga untuk mengatasi permasalahan keadilan pangan dan kelaparan di Indonesia perlu kerja sama seluruh elemen masyarakat.
“Kita menyadari bahwa kelaparan, kurang gizi dan keadilan pangan adalah permasalahan besar di negara ini. Untuk itu, kita perlu bahu membahu dalam menangani permasalahan ini, dengan menyalurkan bantuan berupa makanan berlebih dari bapak dan ibu atau perusahaan kepada mereka yang membutuhkan,” ungkapnya disela-sela kegiatan Deklarasi Menuju Indonesia Merdeka 100% , di kantor FOI di kawasan Cipete, Jakarta Selatan.
Wida menjelaskan deklarasi bertujuan untuk mengajak semua elemen membuka akses pangan bagi fakir miskin, kaum lansia, mereka yang sakit dan anak-anak terlantar.
FOI sendiri sejak didirikan tiga tahun lalu, telah membantu lansia, kaum dhuafa dan fakir miskin untuk mendapatkan akses pangan yang baik melalui program Pos Pangan yang rutin dilaksanakan setiap hari Selasa dan Kamis.
Wida mengatakan keberadaan FOI berangkat dari keprihatinannya bersama sang suami, Hendro Utomo, lantaran kerap melihat masih adanya kesenjangan social di negeri ini.
“Dulu kita banyak melihat anak yang kurang gizi, orang kelaparan, lansia yang tidak punya keluarga. Di Jakarta kelompok ini masih banyak banget. Dari situ kami mulai bergerak melakukan sesuatu. Tapi karena kami tinggal di Jakarta, mampunya Cuma di Jakarta. Kami mulai dengan membuka kantor ditambah fasilitas dapur umum,” kenang Wida.
Bermula dari hanya menyiapkan makanan untuk sarapan pagi, Wida yang saat itu turun langsung melayani sekitar 30 orang pejalan kaki yang lewat di depan kantornya. Mereka adalah para pekerja yang berpenghasilan rendah, seperti tukang tamanan, tukang panggul di pasar hingga pemulung.
Setelah melakukan survey kecil-kecilan, Wida mengetahui bahwa penghasilan mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
“Bayangkan deh , dengan penghasilan mereka sekitar Rp. 35.000 sehari saja, untuk makan 3 kali dengan keluarganya, anaknya 4. Saya nggak kebayang aja. Penghasilan mereka tidak cukup untuk memenuhi makan yang bergizi,” lanjut Wida memberi perenungan.
Dalam sebulan kehadiran dapur umum FOI, Wida melihat animo masyarakat cukup besar. Sehingga FOI merasa perlu menambah jadwal dari seminggu sekali menjadi dua kali dalam seminggu. Menu makanan yang disediakan juga semakin dilengkapi.
Tidak melulu menu sarapan, seperti nasi goreng atau nasi uduk, tapi juga nasi lengkap dengan lauk pauknya.
Selamatkan Yang Mubazir
Semua makanan disediakan dalam bentuk prasmanan. Para nasabah (sebutan bagi penerima donasi FOI) dapat makan sepuasnya,dengan syarat harus langsung makan di tempat.
“Ya mereka harus langsung makan di dapur umum. Dengan makan disitu, kita tahu mereka makan atau nggak. Alhamdulillah dari yang semula sekali seminggu, setelah sebulan kami adakan evaluasi. Kami berpikir harus meningkatkan menjadi 2 kali seminggu. Tapi lama-lama permintaan semakin besar, lalu kami lakukan menjadi 3 kali seminggu sampai sekarang. Insya Allah kedepannya bisa setiap hari. “ papar ibu satu putra ini.
Setelah dapur umum untuk kaum pekerja lepas berjalan, YOI mulai menyoroti persoalan gizi anak sekolah. Wida mengaku miris melihat masih banyak anak Indonesia yang datang ke sekolah dalam kondisi perut lapar.
Berangkat dari situ, FOI menggulirkan sejumlah program perbaiki gizi bagi generasi penerus bangsa ini.
“Salah satunya Mentari Bangsaku, ini program memperbaiki gizi anak sekolah. Jadi kita dengar dari gurunya mereka datang ke sekolah dengan perut lapar. Akhirnya nggak bisa menerima pelajaran. Kebayang nggak sih, akan seperti apa kualitas dia, kemampuan dia dalam menerima pelajaran. Lalu kita bikin program namanya SADARI (Sayap dari Ibu). Filosofinya adalah dalam keadaan apapun, semiskin apapun, semua ibu pasti menginginkan anaknya bisa terbang. Makanya kita ingin membantu dalam hal itu. Kita cari anak-anak yang dibawah garis merah. Datanya kita dapat dari puskesmas, posyandu. Indikasi kurang gizi bisa terlihat dari table kesehatan mereka, kalau garis merah artinya di usianya sekian, tapi berat badannya nggak sesuai. Jadi kita bantu dengan makanan. Intervensi gizi lah. Sekalian ada edukasi untuk para ibu-ibunya,” beber Wida.
Setelah berjalan selama 3 tahun, pos pangan FOI menyebar di 9 kota di Indonesia. Menurut Wida, semua tidak terlepas dari kemuliaan hati para donator dan relawan yang turut membantu program kerja FOI.
“ Sekarang ini kami bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan. Seperti Superindo, perusahaan roti Bread Life memberi bantuan berupa makanan. Tugas kami mensortir makanan –makanan tersebut. Seperti Bread Life saja, buat roti kan nggak seluruhnya habis terjual. Mereka buat semalam, besoknya kan nggak bisa dijual kembali. Kita menampung makanan-makanan tersebut. Tapi kan ini bukan makanan sisa. Ini makanan yang masih layak dikonsumsi. Setiap pagi relawan kami keliling ke store-storenya Bread Life,” lanjut Wida.
“Menurut saya ini bagus ya. Karena kita bisa menyelesaikan bareng-bareng persoalan social sebenarnya. Dari makanan yang terancam menjadi mubazir, tapi bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang membutuhkan. Itu tujuannya sejalan dengan SDGs, sustainable development Goals. Point duanya Indonesia harus zero hanger,” tutur Wida.
Ini juga sejalan dengan tujuan FOI, bahwa di Indonesia nanti tidak ada satupun orang-orang yang kelaparan. Apalagi sudah 73 tahun merdeka, bayangkan masih ada orang kelaparan, itu sudah keterlaluan. Minimal tetangganya bisa bantu, orang-orang di sekelilingnya bisa peduli.
“ Visi FOI, tugas kami mempertemukan pihak yang berkekurangan dengan pihak yang berkelebihan. Jadi kita menjadi jembatan bagi pemerataan akses pangan dan keadilan pangan. Istilahnya kita mak comblangnya lah,” pungkas Wida.