GoHappyLive.com, JAKARTA- Komunitas metrologi dunia menyetujui perubahan redefinisi Sistem Internasional Satuan (SI). Perubahan definisi SI ini merupakan tonggak sejarah menuju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih tinggi untuk berbagai kepentingan di seluruh dunia.
Keputusan ini sendiri sudah disepakati sejak 16 November 2018 lalu berdasarkan hasil Konferensi Umum Takaran dan Ukuran ke-26 yang berlangsung di Versailes, Perancis.
Redefinisi ini menyempurnakan penjabaran dari semua satuan dasar yang terdiri dari sekon (s), meter (m), kilogram (kg), ampere (A), kelvin (K), mole (mol) dan candela (cd).
Penyempurnaannya, mengubah definisi dari penjabaran jenis satuan secara eksplisit menjadi penjabaran jenis konstanta secara eksplisit. Contohnya, pengertian kilogram berubah secara fundamental.
Sebelumnya dijabarkan kilogram sebagai massa kilogram prototipe internasional, yang merupakan artefak dan bukan konstanta alam, sedangkan penjabaran baru menghubungkannya dengan massa ekivalen energi dari suatu foton yang diberikan frekuensinya, melalui konstanta Planck.
SI sendiri merupakan hasil dari Konvensi Meter, yaitu kesepakatan antar negara pada 20 Mei 1875 untuk menciptakan suatu sistem pengukuran yang konsisten. SI menetapkan definisi untuk tujuh satuan dasar, yaitu sekon, meter, kilogram, ampere, kelvin, kandela, dan mole.
Dari satuan-satuan tersebut, sebelumnya, hanya kilogram sebagai satuan dasar massa yang masih didefinisikan berdasarkan artefak atau benda fisik, yaitu massa prototipe kilogram yang terbuat dari campuran platinum-iridium, sementara satuan dasar lainnya ditetapkan berdasarkan beberapa konstanta fisika.
Sementara itu dalam memperingati Hari Metrologi Dunia (World Metrology Day) yang jatuh setiap 20 Mei, Badan Standardisasi Nasional (BSN) menyelenggarakan Simposium dan Workshop Metrologi dengan tema ‘Harmonisasi Redefinisi Sistem Internasional Satuan Ukuran dan Kurikulum Pendidikan Nasional’, Selasa, (21/5) di Auditorium Gedung BPPT, Jakarta.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir dalam keynote speechnya memaparkan, pada pendidikan tinggi, selain lulusannya yang berkarakter, kompeten dan inovatif, tenaga pendidiknya juga didorong untuk memiliki daya saing melalui peningkatan jumlah publikasi ilmiah internasional.
Untuk publikasi yang berkualitas dan dapat terbit di jurnal bereputasi, salah satu tantangannya adalah apakah peralatan uji dan peralatan ukur yang digunakan sudah dikalibrasi dan hasil pengukurannya valid.
“Di sinilah fungsi Lembaga Metrologi Nasional dalam hal ini peran serta BSN melalui Deputi Standar Nasional Satuan Ukuran, dibutuhkan dalam upaya membantu pemerintah memastikan kesesuaian hasil pengukuran,” jelasnya.
Kepala BSN Bambang Prasetya mengatakan Metrologi dipandang sebagai pondasi teknis dalam standardisasi, karena tidak ada satupun kegiatan standardisasi yang tidak menggunakan aktivitas mengukur.
Metrologi, standardisasi, dan penilaian kesesuaian, adalah tiga pilar peningkatan daya saing dan infrastruktur mutu.
“Satuan ukuran dalam standar sangat penting agar terjadi efisiensi mulai dari produksi hingga kompatibilitas peralatan dan produk atau jasa. Dapat dibayangkan bila ukuran baut tidak standar, maka akan sulit dalam penggunaannya dalam berbagai peralatan,” urai Bambang dalam kata sambutannya.
Ia mengingatkan, umumnya sesuatu yang rutin seringkali dirasakan biasa, padahal itu penting dalam hidupnya. Begitu pula dengan pentingnya metrologi dalam kehidupan kita.
“Saya harap, sejak saat ini, kita semua dapat lebih aware dengan pentingnya metrologi di sekitar kita, khususnya bagi para stakeholder yang bersentuhan langsung dengan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian,” katanya.
Meski definisi kilogram sebagai satuan massa dalam sistem internasional satuan (The International System of Units) secara resmi berubah, namun Bambang Prasetya, menjelaskan hal tersebut tidak mengubah pemanfaatan satuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
“Jadi pada dasarnya 1 kilogram tetaplah 1.000 gram. Yang berubah adalah definisi kilogramnya sebagai satuan massa dalam sistem internasional satuan,” kata Bambang.
Dengan redefinisi ini, maka satuan tidak lagi berbasis artefak, tapi berbasis pada sifat atomik dan konstanta alam. Ia menjelaskan, selama 130 tahun, kilogram telah didefinisikan sebagai berat dari sebuah silinder platinum-iridium yang disimpan dalam lemari besi terkunci di Paris.
Menurut Bambang, redefinisi hanya berdampak pada lembaga metrologi (pengukuran) dan organisasi-organisasi yang bekerja dalam merealisasikan unit-unit SI, namun memperkecil ketidakpastian dan meningkatkan stabilitas satuan.
“Redefinisi juga hanya memberikan dampak pada industri-industri yang bekerja pada level kepresisian yang tinggi, seperti industri optik untuk komunikasi dan industri pesawat luar angkasa,” papar Bambang.
Hal senada juga diungkapkan Deputi Bidang Akreditasi Drs, Kukuh S. Achmad, M.Sc, dalam bidang ekonomi, redefinisi kilogram sangatlah berdampak besar.
“Khususnya berkaitan dengan transaksi komoditas ekspor-impor antar negara. Dalam bidang ekonomi, redefinisi kilogram ini bisa berdampak besar. Dampak akan terasa jika ekspor impor berjumlah sangat besar. Misalnya, jika Indonesia mengimpor gula atau beras sebesar 1 miliar kilogram, dalam definisi sebelumnya jumlah yang diimpor sebenarnya kurang 1 kilogram. Jadi, itulah kenapa Indonesia selalu merugi,” pungkas Kukuh.
foto: fixabay, oriza